Bencana Melanda Pulau Sumatera, Ini Kesalahan Siapa?

News330 Dilihat

Indonesia berduka, negara dengan julukan zamrud khatulistiwa ini tengah dilanda bencana yang luar biasa. Banjir bandang, tanah longsor yang memporak porandakan wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatera Barat.

Ketenangan dan kebahagiaan yang ada, seketika berubah menjadi hal menakutkan sekaligus merubah segalanya. Kondisi mencekam, ketakutan, kepanikan seketika dirasakan bersamaan datangnya hujan lebat disertai longsor, ditambah banjir bandang yang membawa gelondong batang kayu mengakibatkan situasi semakin mencekam.

Dirilis dari Kompas.com Senin 1 Desember 2025 pukul 17:00 WIB, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB ) mengkonfirmasi jumlah korban meninggal terus bertambah, yakni 604 jiwa. Dengan perincian sebagai berikut:
Aceh: korban meninggal 156 jiwa, korban hilang 181 dan luka-luka 1800.
Sumatra Barat: korban meninggal 165, korban hilang 114 dan luka-luka 112.
Sumatra Utara: korban meninggal 283 jiwa, korban hilang 169 dan luka-luka 613.

Dikabarkan kurang lebih sekitar 3500 rumah mengalami rusak berat, 4100 rusak sedang dan 20.500 rusak ringan. Sementara jembatan yang rusak sekitar 271 unit juga pasilitas pendidikan sebanyak 283 belum lagi ditambah kerusakan berbagai pasilitas umum lainnya.
Tentu harga sangat mahal yang harus dibayarkan oleh rakyat Aceh dan Sumatera, dengan adanya bencana luar biasa ini.

Di saat para korban sedang berduka dan berharap bantuan datang, justru statement menyakitkan dilemparkan oleh para pemangku kekuasaan, seolah yang terjadi merupakan bencana alam biasa yang sudah sewajarnya. Sehingga solusi yang diberikan juga tidak menyentuh akar masalahnya.

Allah Swt telah memperingatkan kita:
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.(QS Ar-Rum ayat 41).

Tentu dengan adanya tanah longsor dan banjir bandang yang membawa gelondong batang kayu, tidak secara tiba-tiba terjadi begitu saja, akan tetapi ada campur tangan manusia yang memicunya.

Sistem demokrasi sekuler kapitalis yang ada, telah menghasilkan para pejabat dan penguasa yang tidak peduli terhadap rakyatnya. Sebab mahalnya biaya politik yang luar biasa membuat mereka menghalalkan segala cara, agar bisa mengembalikan modal sekaligus beserta keuntungannya. Sehingga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tidak benar-benar demi kepentingan rakyat, akan tetapi asas manfaat semata, meskipun rakyat harus jadi korbannya.

Ijin penambangan yang jor-joran tanpa memperhatikan dampak dan lingkungan, diberikan kepada para pengusaha dan korporasi. Juga alih fungsi lahan dengan pembabatan hutan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem, sehingga ketika curah hujan bertambah tanah tidak sanggup menampung alhasil banjir dan longsor di mana-mana.

Anehnya para pelaku pengrusakan justru berdalih bahwa, yang mereka lakukan demi pembangunan kemakmuran rakyat. Meskipun faktanya rakyat hanya dijadikan korban kerakusan, dan keuntungan hanya dinikmati segelintir orang, yakni para korporasi dan pendukungnya.

Dalam Qur’an surat Al Baqarah ayat 11 Allah Swt telah berfirman:
Dan apabila dikatakan kepada mereka, “janganlah berbuat kerusakan di bumi!” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.”
Begitulah kalau agama dijauhkan dari kehidupan, manusia dengan sombongnya membuat aturan sesuai keinginannya.

Berbeda dengan sistem Islam, dalam Islam Sumber Daya Alam (SDA) merupakan kepemilikan Umum, haram dikelola dan dikuasai oleh individu maupun swasta apalagi asing. Hanya negara yang berhak mengelola demi kepentingan rakyatnya.
Apabila ada yang berani melanggar maka hukumannya sangatlah berat. Sebab mereka terikat dengan hukum Allah Swt. Karenanya para pemimpin dalam Islam selalu merasa diawasi oleh Allah, sekaligus memastikan seluruh hukum syari’at berjalan sebagaimana mestinya.

Dalam menangani bencana mereka akan secepatnya memenuhi seluruh kebutuhan para korban, baik makanan, minuman, obat-obatan, tenda, pakaiannya dan lainnya. Tak kalah penting juga dihadirkan para pemuka agama, yang bertugas menghilangkan trauma, sekaligus menguatkan mereka agar sabar dalam menghadapi segala ujian kehidupan. Sehingga korban bisa tenang, sabar, ikhlas juga tetap dalam ketaatan, sebab memiliki para pemimpin yang beriman sekaligus bertakwa.

Jadi selama masih menggunakan sistem kapitalis demokrasi sekuler, akan menghasilkan para penguasa yang rakus dan serakah, hanya dengan kembali kepada sistem Islam akan menghasilkan pemimpin yang amanah sekaligus beriman dan bertakwa.
Wallahu alam bishshawwab.

Oleh: Erna Ummu Aqilah